Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Untuk Ridho-Nya Yang Kita Perjuangkan Bersama
Terimakasih untuk
yang sudah berkenan dan bersabar hati telah menunggu, cukup lama.
Tak ada yang lebih
menyenangkan ketika ada yang bersedia menunggu dengan sabarnya, meski ia tak
tahu akan sampai kapan.
Terkahir kali aku menulis, sudah lewat dari 3 tahun. Sebenarnya
sudah sangat banyak cerita yang ingin aku torehkan disini, namun karena dengan
segala keterbatasan yang ada, akhirnya aku putuskan untuk haitsu selama itu.
Yang biasanya dulu waktu jaman SMA, setelah lekas pulang
kerumah atau sedang ditengah-tengah jam istirahat, selalu menyempatkan untuk
menulis. Aku ingat, ditempat favorit itu dengan segala kenangan yang ada,
koridor sekolah.
Aku memutuskan untuk “istirahat” menulis disini ketika
umurku kira-kira 17 hampir 18 tahun (kurang lebih ketika aku mulai kelas 3 SMA),
dan sekarang aku memulai menulis kembali dengan menyandang umur 21 tahun. Times really does seem to fly as we get older!
----
p.s : Tulisanku ini bukanlah bentuk tulisan yang ilmiah,
atapun bentuk kerangka puisi yang bermajas-majas. Bukan, bukan tulisan yang
greatnya setinggi langit. Ini hanyalah sebuah tulisan yang tertoreh sebagai
untaian kata hati, bisa disebut juga sebagai “tempat curhat”, tempat dimana aku
bisa menulis kisah apapun..
Tujuannya masih tetap sama seperti 6 tahun yang lalu, meski
hanya tulisan biasa, tapi ingin sekali coretan pena ini bisa sebagai penguat
hati atau mungkin bisa menjadi inspirasi untuk siapapun itu disana.
Aku punya perasaan yang kadang sangat sulit untuk diterima
maupun dimengerti oleh orang lain. Cukup sulit untuk menceritakannya secara
lisan, maka dari itu, aku cenderung disebut dengan pribadi yang “hemat” bicara,
“minim” cerita. Mungkin jiwanya memang seperti ini, nyaman menceritakan segala
sesuatu hanya melalui tulisan. Dari kecil hingga sebesar ini, aku tetap memilih
menulis sebagai cara alternative dalam menyampaikan segalanya.
---
Umurku sudah 21tahun, namun aku belum siap untuk diajak
kejenjang yang lebih serius. Aku senang ketika melihat teman-teman seumuranku
yang sudah memutuskan untuk berkeluarga, aku ingin, tapi aku belum mampu, belum
siap lahir batin..
Semua berawal dari 2 tahun yang lalu.
Saat dimana aku memutuskan untuk belajar untuk berhijrah,
menjadi perempuan yang lebih baik lagi. Untuk orangtuaku, dan juga untuk
keluarga baruku, kelak.
Meskipun begitu, aku belum punya impian untuk “nikah muda”,
karena aku rasa, aku jauh dari kata siap, masih banyak sekali kekuranganku yang
harus aku perbaiki dahulu. Dengan begitu, aku harus memperbanyak belajar dahulu
sebelum memutuskan untuk berkeluarga.
Jangan berpikiran bahwa aku adalah perempuan yang (sudah) baik-baik.
Karena dengan segala masa lalu yang ada, aku bukanlah apa-apa.
Sembari menunggu kesiapanku, aku harap diapun juga
bersabar.
Bersabar dengan segala cobaan yang datang silih berganti
menerpa perjalanan kita. Aku harap, dengan sama-sama menunggu untuk mendapatkan
waktu yang “pas”, kita bisa sama-sama belajar, mempersiapkan diri, semaksimal
mungkin yang kita bisa.
Sesekali aku pernah ditanya, apakah dia sudah sesuai dengan
kriteria imam yang aku inginkan? Mungkin jawabannya, belum sepenuhnya. Aku masih
ingin dia belajar lagi. Begitu pula sebaliknya, aku juga pasti masih jauh dari
kriteria istri idaman untuknya. Maka dari itu, aku selalu berusaha untuk
menyemangatinya, membujuknya, supaya tetap istiqomah dalam menuntut ilmu.
Memang, aku tau. Tak ada pasangan yang sempurna. Tapi apa
salahnya jika kita belajar untuk menyempurnakan agama kita? Allah tahu kok, apa
dan bagaimana perjuangan kita.
--
Meski pernah tertohok dengan pertanyaan (atau mungkin hampir
lebih terdengar sebagai kalimat pernyataan), memang sudah pasti dia benar
jodohku?
Aku senyum, dalam hati, bismillah, insyaAllah.
Sudah semanjak dia datang dalam kehidupanku, aku tak
hentinya berdoa, meminta kepada-Nya, supaya diberikan ridho atas keputusan kami
untuk berjuang bersama, berhijrah bersama, demi menggapai ridho-Mu.
Namun, akupun juga tak bisa menyalahi takdir Allah..
Jika Allah tak mengizinkan kami untuk bersama, semoga Allah
memberikan ketabahan hati kami untuk bisa saling mengikhlaskan.. karena apapun
yang terjadi kedepannya, semua sudah diatur oleh-Nya.
Sekali lagi, kami hanya berusaha semampu kami, urusan
keputusan takdir, biarlah Ia yang memutuskan.
---
Untukmu yang mungkin sekarang juga sedang berusaha
memperbaiki diri, mementaskan diri sembari menunggu kesiapan masing-masing,
pesanku hanya satu..
Apapun yang terjadi kedepannya, kita harus tetap istiqomah
dalam meneruskan perjalanan hijrah ini.
Jika akhirnya takdir berkata lain, setidaknya ini sangat
berharga untuk kehidupan kita kedepannya, meski dengan alur cerita yang sudah
tak senada.
Wallahu a'lam.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.