Total Pageviews

Friday, July 17, 2020

Untuk Ridho-Nya Yang Kita Perjuangkan Bersama


Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Untuk Ridho-Nya Yang Kita Perjuangkan Bersama
Terimakasih untuk yang sudah berkenan dan bersabar hati telah menunggu, cukup lama.
Tak ada yang lebih menyenangkan ketika ada yang bersedia menunggu dengan sabarnya, meski ia tak tahu akan sampai kapan.
Terkahir kali aku menulis, sudah lewat dari 3 tahun. Sebenarnya sudah sangat banyak cerita yang ingin aku torehkan disini, namun karena dengan segala keterbatasan yang ada, akhirnya aku putuskan untuk haitsu selama itu.
Yang biasanya dulu waktu jaman SMA, setelah lekas pulang kerumah atau sedang ditengah-tengah jam istirahat, selalu menyempatkan untuk menulis. Aku ingat, ditempat favorit itu dengan segala kenangan yang ada, koridor sekolah.
Aku memutuskan untuk “istirahat” menulis disini ketika umurku kira-kira 17 hampir 18 tahun (kurang lebih ketika aku mulai kelas 3 SMA), dan sekarang aku memulai menulis kembali dengan menyandang umur 21 tahun. Times really does seem to fly as we get older!
----
p.s : Tulisanku ini bukanlah bentuk tulisan yang ilmiah, atapun bentuk kerangka puisi yang bermajas-majas. Bukan, bukan tulisan yang greatnya setinggi langit. Ini hanyalah sebuah tulisan yang tertoreh sebagai untaian kata hati, bisa disebut juga sebagai “tempat curhat”, tempat dimana aku bisa menulis kisah apapun..
Tujuannya masih tetap sama seperti 6 tahun yang lalu, meski hanya tulisan biasa, tapi ingin sekali coretan pena ini bisa sebagai penguat hati atau mungkin bisa menjadi inspirasi untuk siapapun itu disana.
Aku punya perasaan yang kadang sangat sulit untuk diterima maupun dimengerti oleh orang lain. Cukup sulit untuk menceritakannya secara lisan, maka dari itu, aku cenderung disebut dengan pribadi yang “hemat” bicara, “minim” cerita. Mungkin jiwanya memang seperti ini, nyaman menceritakan segala sesuatu hanya melalui tulisan. Dari kecil hingga sebesar ini, aku tetap memilih menulis sebagai cara alternative dalam menyampaikan segalanya.
---
Umurku sudah 21tahun, namun aku belum siap untuk diajak kejenjang yang lebih serius. Aku senang ketika melihat teman-teman seumuranku yang sudah memutuskan untuk berkeluarga, aku ingin, tapi aku belum mampu, belum siap lahir batin..
Semua berawal dari 2 tahun yang lalu.
Saat dimana aku memutuskan untuk belajar untuk berhijrah, menjadi perempuan yang lebih baik lagi. Untuk orangtuaku, dan juga untuk keluarga baruku, kelak.
Meskipun begitu, aku belum punya impian untuk “nikah muda”, karena aku rasa, aku jauh dari kata siap, masih banyak sekali kekuranganku yang harus aku perbaiki dahulu. Dengan begitu, aku harus memperbanyak belajar dahulu sebelum memutuskan untuk berkeluarga.
Jangan berpikiran bahwa aku adalah perempuan yang (sudah) baik-baik. Karena dengan segala masa lalu yang ada, aku bukanlah apa-apa.
Sembari menunggu kesiapanku, aku harap diapun juga bersabar.
Bersabar dengan segala cobaan yang datang silih berganti menerpa perjalanan kita. Aku harap, dengan sama-sama menunggu untuk mendapatkan waktu yang “pas”, kita bisa sama-sama belajar, mempersiapkan diri, semaksimal mungkin yang kita bisa.
Sesekali aku pernah ditanya, apakah dia sudah sesuai dengan kriteria imam yang aku inginkan? Mungkin jawabannya, belum sepenuhnya. Aku masih ingin dia belajar lagi. Begitu pula sebaliknya, aku juga pasti masih jauh dari kriteria istri idaman untuknya. Maka dari itu, aku selalu berusaha untuk menyemangatinya, membujuknya, supaya tetap istiqomah dalam menuntut ilmu.
Memang, aku tau. Tak ada pasangan yang sempurna. Tapi apa salahnya jika kita belajar untuk menyempurnakan agama kita? Allah tahu kok, apa dan bagaimana perjuangan kita.
--
Meski pernah tertohok dengan pertanyaan (atau mungkin hampir lebih terdengar sebagai kalimat pernyataan), memang sudah pasti dia benar jodohku?
Aku senyum, dalam hati, bismillah, insyaAllah.
Sudah semanjak dia datang dalam kehidupanku, aku tak hentinya berdoa, meminta kepada-Nya, supaya diberikan ridho atas keputusan kami untuk berjuang bersama, berhijrah bersama, demi menggapai ridho-Mu.
Namun, akupun juga tak bisa menyalahi takdir Allah..
Jika Allah tak mengizinkan kami untuk bersama, semoga Allah memberikan ketabahan hati kami untuk bisa saling mengikhlaskan.. karena apapun yang terjadi kedepannya, semua sudah diatur oleh-Nya.
Sekali lagi, kami hanya berusaha semampu kami, urusan keputusan takdir, biarlah Ia yang memutuskan.
---
Untukmu yang mungkin sekarang juga sedang berusaha memperbaiki diri, mementaskan diri sembari menunggu kesiapan masing-masing, pesanku hanya satu..
Apapun yang terjadi kedepannya, kita harus tetap istiqomah dalam meneruskan perjalanan hijrah ini.
Jika akhirnya takdir berkata lain, setidaknya ini sangat berharga untuk kehidupan kita kedepannya, meski dengan alur cerita yang sudah tak senada.
Wallahu a'lam.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.